Halaman

Rabu, 14 Desember 2011


 OMA
Tn G datang ke Puskesmas Pucung dengan keluhan nyeri pada telinga tengah. Pada saat dikaji, pasien mengatakan sebelumnya sering mengorek telinganya. Nampak kemerahan pada telinga tengah, ekspresi wajah klien Nampak meringis, dengan nyeri sekala 7. Nyeri dirasakan saat kepala digerakkan. Keluhan dirasakan dua hari sebelum masuk RS sampai dengan tanggal pengkajian. Pada pemeriksaan telinga, didapatkan adanya kemerahan pada telinga tengah, Nampak cairan nanah keluar dari telinga tengah, respon klien pendengaran menurun, telinga terasa terasa tersumbat, nyeri daerah telinga, tidak mendengar gesekan tangan perawat jarak 10 cm, telinga terasa penuh, klien sering memegangi telinganya.
PENYELESAIAN SEVEN JUMP
 Tahap 1. Identifikasi kata-kata sulit
·         Amoxicillin : terapi infeksi
·         Asam mefenamat : penghilang nyeri
·         Toilet telinga H202 :
Tahap 2. Menetapkan masalah
·         OMA
Tahap 3. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul
·         Pengertian oma
·         Tanda dan gejala
·         Etiologi
·         Pemeriksaan penunjang
·         Patofisiologi
·         Penatalaksanaan
·         Rencana keperawatan
·         Apakah oma bisa mengakibatkan tuli?
·         Apakah oma bisa mengakibatkan infeksi yang menyebabkan meningitis ?
Tahap 4. Menganalisis masalah
             Definisi.
                        Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga            tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).

            Yang paling sering terlihat ialah :
            1. Otitis media viral akut
            2. Otitis media bakterial akut
            3. Otitis media nekrotik akut

            Gejala.
                        Gejala OMA tergantung dari stadiumnya dan umur pasien. Stadium OMA berdasarkan             perubahan mukosa telinga tengah yaitu:
            a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius.
                        Terdapat gambaran retraksi membran tympaniakibat tekanan negatif dari telinga    tengah bagian dalam. Kadang berwarna normal atau eruh pucat. Efusi tidak dapat             dideteksi dan sukar dibedakan dengan Otitis Media Supurasi akibat virus atau alergi.
            b. Stadium Hiperemis.
                        Tampak pembuluh darah yang melebar di membran tympani atau seluruh membran tympani tampak hyperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga masih belum terlihat.
            c. Stadium Supurasi.
                        Membran tympani menonjol kearah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat purulen di kavum tympani. Pasien tampak kesakitan, nadi dan suhu meninkat,serta nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan berkurng, akan terjadi iskemia, trombophlebitis, dan nekrosis mukosa dan sub mukosa.
d. Stadium Perforasi.
                        Karena pemberian antibiotik yang terlambat, atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptir membran tympani. Dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke talinga luar. Pasien yang semula gelisah mnjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
e. Stadium Resolusi.
                        Bila membran tympani masih utuh, maka akan normal kembali perlahan-lahan, tetapi apabila terjadi perforasi maka sekrt akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik maka akan terjadi resolusi tanpa pengobatan.
Pada anak, keluhan utamanya rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh tinggi, biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada orang dewasa didapatkan gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.
Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah: suhu tubuh tinggi (>38ºC), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang- kadang memegang telinganya yang sakit.
             Etiologi.
Bakteri piogenik seperti:
• Streptococcus Hemoliticus.
• Stapilococcus Aureus.
• Pneumokok.
• Hemofillus influenza.
• Eschericia Colli
• Streptococcus Unhemoliticus.
• P. vulgaris.
• P. aeruginosa.



             Patofisiologi.
                        OMA terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah, faktor penyebab utamanya adalah sumbatan tuba eustachius sehingga pencegahan infeksi kuman terganggu. Pencetusnya ialah saluran nafas atas.
Pemeriksaan Penunjang
a.       Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
b.      Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab.
 Penatalaksanaan.
            Penatalaksanaan tergantung dari stadium penyakitnya:
a) Stadium Oklusi Tuba Eustachius.
Terapi pada stadium ini ditujukan untuk membuka kembali tuba eusthacius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Terapinya:
• Obat tetews hidung HCl efedrin 0,5% untuk anak-anak <12 tahun, atau HCl efedrin 1% untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa.
• Sumber infeksi lokal harus diobati
• Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
b) Stadium Presupurasi.
• Diberikan antibiotik obat tetes hidung dan analgesik.
• Jika terdapat resistensi, diberikan kombinasi dengan sefalosporin.
• Untuk terapi awal diberikan penisilin secara IM.
• Antibiotik diberikan minimal untuk 7 hari.
• Pada anak diberikan ampicilin 4×50-100 mg/kg BB, amoksisilin 4×40 mg/kgBB/hari atu eritomisin 4×40 mg/kgBB/hari.
c) Stadiium Supurasi.
Selain antibiotik pasien dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran tympani masih utuh, sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
d) Stadium Perforasi.
Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat selama 3 mggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
e) Stadium Resolusi.
Membran tympani berangsur normal kembali, sekret tidak ada, perforasi menutup. Bila tidak, antibiotikn dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap mungkin terjadi mastoiditis.
            Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian
                        Data yang muncul saat pengkajian:
a.    Sakit telinga/nyeri
b.    Penurunan/ tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
c.    Tinitus
d.   Perasaan penuh pada telinga
e.    Suara bergema dari suara sendiri
f.     Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
g.    Vertigo, pusing, gatal pada telinga
h.    Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
i.      Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
j.      Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
k.    Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
l.      Reflek kejut
m.  Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
n.    Tipe warna 2 jumlah cairan
o.    Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
p.    Alergi Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
q.    Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi
r.     Fokus Intervensi
                        1)      Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
                        Tujuan     : nyeri berkurang atau hilang
                        Intervensi:
(a)    Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.
(b)   Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri.
(c)    Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema)
(d)   Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik
                        Evaluasi: nyeri hilang atau berkurang
                        2)      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan
                        Tujuan     : tidak terjadi tanda-tanda infeksi
                        Intervensi:
(a)    Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk mengantisipasi                        perluasan lebih lanjut.
(b)   Jaga kebersihan pada daerah liang telinga ; untuk mengurangi pertumbuhan                 mikroorganisme
(c)    Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk menghindari                      transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah.
(d)   Kolaborasi pemberian antibiotik
                        Evaluasi: infeksi tidak terjadi
                        3)      Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori
                        Tujuan     : tidak terjadi injury atau perlukaan
                        Intervensi:
(a)    Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ; meminimalkan anak       agar tidak jatuh
(b)   Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak jatuh.
(c)    Jaga anak saat beraktivitas ; meminimalkan agar anak tidak jatuh
(d)   Tempatkan perabot teratur ; meminimalkan agar anak tidak terluka
Evaluasi : anak terhindar dari injury/perlukaan



            Apakah oma bisa menyebabkan tuli?
                                    Sering saat kita sedang flu atau radang tenggorokan, tiba-tiba saja telinga terasa nyeri dan pendengaran jadi berkurang. Memang seiring dengan sembuhnya penyakit yang mendasarinya, fungsi telinga akan membaik dengan sendirinya, tetapi kadang kala radang ini berkembang dan menyebabkan tuli permanent pada anda. Hal ini tentu tidak diinginkan apalagi radang telinga ini lebih beresiko terjadi pada anak kecil.
            Radang telinga atau otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dan rongga mulut), antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Hampir 70 % anak-anak pernah mengalami radang telinga dan tidak sedikit yang mengalami gangguan pendengaran akibat penanganan yang terlambat.
            Apakah oma bisa menyebabkan meningitis
                             Akut bakteri otitis media dapat menyebabkan rasa sakit yang mengarah ke tdk dpt tidur malam untuk anak-anak dan orang tua, dapat menyebabkan gendang telinga perforations, tidak semua yang menyembuhkan, dan dapat menyebar ke menyebabkan mastoiditis dan/atau meningitis, otak abses, dan bahkan kematian jika infeksi berat berjalan tidak diobati cukup lama. Demam tinggi dapat terjadi dan dapat menyebabkan kejang demam. Administrasi antibiotik yang sesuai mencegah sebagian besar komplikasi.
                   



DAFTAR PUSTAKA
http://www.totalkesehatananda.com/otitismedia1.html
http://aqibpoenya.wordpress.com/askep-otitis-media-akut/

Selasa, 13 Desember 2011


KATARAK
Tn. B datang ke RS LEKAS SEMBUH dengang keluhan pandangan kedua mata kabur sejak sebelas bulan yang lalu, terutama mata kiri, proses terjadinya secara berangsur-angsur. Klien mempunyai riwayat DM. Pada pemeriksaan yang dilakukan perawat R, didapatkan hasil:

PEMERIKSAAN
OKULI DEXTRA (OD)
OKULI SINISTRA (OS)
1. Visus

2. Refraksi
3. TIO
4. Gerakan bola mata
5. Segmen anterior
    a. Palpebra
    b. Konjungtiva

    c. Kornea

    d. Bilik mata depan
    e. pupil
    f. Iris
    g. Lensa
6. Segmen posterior
    a. Fundus

    b. Pupil syaraf optik
    c. Retina
16 - 9 - 2011 : 5/20 ; 23 - 9 - 2011 :6/40
-
5/5,5
Simetris bisa segala arah

Dbn
Tidak ada spasme, ptosis Odema, hiperemi tidak ada
Jernih
Dalam
Ukuran 3 mml, tidak
Medriasis
Hitam, Reguler
Agak keruh (imatur)

Positif artinya masih ada warna jingga.
Nervus II batas tegas
Tear, Blass, Hole tidak ada
16 - 9 - 2011 ; 2/60, 23 – 9 – 2011 ; 5/50
6/8,5
5/5,5
Simestris bisa segala arah

Dbn
Tidak ada spasme, ptosis Odema,hiperemi tidak ada.
Jernih
Dalam
Ukuran 3 mml, tidak
Medriasis
Hitam, reguler
Keruh (matur)

Gelap tampak warna kehitaman
Nervus II batas tegas
Tear, Blass, Hole tidak ada

Tahap 1: mencari kata-kata sulit.
1. refraksi                                           : Pembiasan mata
2. TIO (Tekanan Intra Okuler)           : Tekanan yang terjadi didalam bola mata
3. fundus                                            : permukaan dalam mat
4. Bilik mata depan                            : mata bagian depan
5. hiperemi                                         : konjungtiva berwarna kemerahan
6. ptosis udema                                  :

Tahap 2 : Menetapkanm masalah
KATARAK

Tahap 3 : Mencari pertanyaan berhubungan dengan kasus
1. Definisi katarak
2. etiologi katarak itu sendiri
3. patofisiologi
4. manifestasi klinik
5. pemeriksaan diagnostik
6. penatalaksanaan
7. Apakah katarak dapat menyebabkan kebutaan
8. pengobatan katarak
9. pengkajian keperawatan
10. masalah keparawatan

Tahap 4 : Menganalisis masalah

KATARAK


1.  DEFINISI
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun.
Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini merupakan proses degeneratif (kemunduran ).  Perubahan yang terjadi bersamaan dengan presbiopi, tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dan keruh, yang akan mengganggu pembiasan cahaya.
Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat terjadi pada umur pertengahan, pada umur 70 tahun sebagian individu telah mengalami perubahan lensa walau mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.

2.   ETIOLOGI

1.      Ketuaan ( Katarak Senilis )
2.      Trauma
3.      Penyakit mata lain ( Uveitis )
4.      Penyakit sistemik (DM)
5.      Defek kongenital ( salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti German Measles )

3.   PATOFISIOLOGI

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.  Lensa mengandung tiga komponen anatomis.  Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yan mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior.  Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan .  Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus.  Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya traansparansi.  Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.  Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.  Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.  Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.  Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal.  Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.

4.  MANIFESTASI KLINIK

Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif.  Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.  Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak aakan tampak dengan oftalmoskop.  Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.  Hasilnya adalah pendangan menjadi kabur atau redup, emnyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.  Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

5.  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.      Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2.      Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis,  glukoma.
3.      Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4.      Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5.      Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma
6.      Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
7.      Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8.      EKG, kolesterol serum, lipid
9.      Tes toleransi glukosa : kotrol DM  

6.   PENATALAKSANAAN

Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan.  Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau sarf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan ;
1.      Ekstraksi katarak intrakapsuler
Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.

2.      Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98 % pembedahan katarak.  Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan.

7.   APAKAH KATARAK DAPAT MENYEBABKAN KEBUTAAN?
Dokter spesialis mata yang juga mantan Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami), Tjahjono Darminto Gondhowiardjo, mengatakan, persentase kebutaan di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan survei tahun 1982, angka kebutaan 1,2 persen dari jumlah penduduk. Pada survei tahun 1993-1996, angka kebutaan naik menjadi 1,5 persen.
”Tahun 2008, Riset Kesehatan Dasar menyatakan, angka kebutaan di Indonesia hanya 0,9 persen. Namun, metodologi survei itu tidak bisa dibandingkan dengan survei tahun 1993-1996 sehingga tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya,” ujarnya saat menyampaikan kuliah inaugurasi sebagai anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Rabu (22/6), di Jakarta.
Menurut dia, penyebab terbesar kebutaan di Indonesia adalah kebutaan katarak (52 persen). Paparan cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet serta kurangnya nutrisi menjadi pemicu. Kebutaan jenis ini bisa direhabilitasi lewat operasi. Artinya, angka kebutaan di Indonesia bisa ditekan jika para penderita katarak bisa dioperasi.

Masalahnya, sebagian besar penderita katarak tidak memiliki biaya untuk operasi. Pemerintah tidak melakukan upaya serius untuk menanggulangi masalah itu sehingga angka kebutaan di Indonesia terus bertambah. Padahal, biaya untuk mengoperasi penderita katarak tidak semahal penyakit lain, seperti jantung atau kanker. ”Untuk satu pasien, biayanya hanya Rp 600.000-Rp 1 juta,” kata Tjahjono.

8.    Pengobatan
Satu-satunya pengobatan untuk katarak adalah pembedahan.  Pembedahan dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk melakukan kegitannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan.  
Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.
1.      Pengangkatan lensa.
Ada 2 macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa:
-          Pembedahan ekstrakapsuler : lensa diangkat dengan meninggalkan kapsulnya. Untuk memperlunak lensa sehingga mempermudah pengambilan lensa melalui sayatan yang kecil, digunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi (fakoemulsifikasi).
-          Pembedahan intrakapsuler : lensa beserta kapsulnya diangkat. Pada saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
2.      Penggantian lensa.
Penderita yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya akan mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang telah diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang disebut lensa intraokuler, biasanya lensa intraokuler dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata.

     Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.  Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep.
Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh.

Oba t Tetes Mata Herba AINI Herba AINI adalah tetes mata dengan ramuan alami madu khusus diformulasikan dengan herba kitolod pilihan yang bermanfaat untuk : membersihkan…



9. PENGKAJIAN.KEPERAWATAN

1.      Aktifitas Istirahat
Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
2.      Neurosensori
Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang menyababkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap.  Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kacamata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotofobia ( glukoma akut ).
Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah/mata keras dan kornea berawan (glukoma darurat, peningkatan air mata.
3.      Nyeri / Kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan / mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau   tekanan pada atau sekitar mata, sakit kepala

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1.      Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan TIO ditandai dengan :
˜       Adanya tanda-tanda katarak penurunan ketajaman penglihatan
˜       pandangan kabur, dll
Tujuan :
Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
-          Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
-          Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi :
-          Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
-          Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
-          Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
-          Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
-          Dorong nafas dalam, batuk untuk menjaga kebersihan paru.
-          Anjurkan menggunakan tehnik manajemen stress.
-          Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
-          Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba,  Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.  Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi.
-          Observasi pembengkakan lika, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah pir.
-          Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, Asetolamid, sikloplegis, analgesik.

2.      Gangguan peersepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik dibatasi. Ditandai dengan :
˜       menurunnyaketajaman penglihatan
˜        perubahan respon biasanya terhadap rangsang.
Tujuan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria Hasil :
-          Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
-          Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
-          Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
-          Orientasikan klien tehadap lingkungan
-          Observasi tanda-tanda disorientasi.
-          Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
-          Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
-          Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
-          Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.

3.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis,  pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif, yang ditandai dengan :
˜       pertanyaan/pernyataan salah konsepsi
˜        tak akurat mengikuti instruksi
˜       terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

Tujuan :
Klien menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
-  Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
- Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin,  beritahu untuk melaporkan -  penglihatan berawan.
-  Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
-  Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis klien.
-  Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.
-  Dorong aktifitas pengalihan perhatian.
-  Anjurkan klien memeriksa ke dokter tentang aktifitas seksual, tentukan kebutuhan tidur menggunakan kacamata pelindung.
-  Anjurkan klien tidur terlentang.
-  Dorong pemasukkan cairan adekuat.
-   Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba.

 
Tahap 5 : Tujuan pembuatan makalah
A. TUJUAN
1.    Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien katarak
2.    Tujuan Khusus
a.    Mahasiswa mampu memahami pengertian katarak
b.    Mahasiswa mampu memahami etiologi katarak
c.    Mahasiwa mampu memahami manifestasi klinik katarak
d.    Mahasiswa mampu memahami klasifikasi katarak
e.    Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan katarak
f.     Mahasiswa mampu memahami pengkajian katarak
g.    Mahasiswa mampu memahami diagnosa berhubungan dengan analisa data katarak
h.    Mahasiswa mampu memahami intervensi dari setiap diagnosa

3.    Manfaat
a.    Instansi
Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi instansi dalam meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang
b.    Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga diberi penjelasan tentang pentingnya pengobatan dan perawatan untuk mencapai penyembuhan.


Tahap 6 : Pembelajaran mandiri

DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta . EGC

Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta. EGC

Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC